Bobby Gafur Sulistyo Umar, mantan direktur utama PT Bakrie & Brothers Tbk (BNBR) kini tengah sibuk membangun perusahaan barunya yang bergerak di sektor energi baru terbarukan (EBT), PT Maharaksa Biru Energi (OASA). Perusahaan tersebut diakuisisi pada bulan Juni tahun 2021, dari sebelumnya adalah PT Protech Mitra Perkasa Tbk yang bergerak di sektor telekomunikasi. Adapun kepemilikan saham Bobby di OASA sebanyak, 55 persen yang otomatis menjadikan mantan petinggi Group Bakrie ini sebagai pengendali perusahaan. Sukses jadi pengusaha, ternyata Bobby Gafur sudah memiliki bakat sebagai entrepreneur sejak masih kecil. Untuk memenuhi keinginannya, dia bahkan mencoba berbagai hal kala itu. Dia mengatakan, mulai mencoba breeding ikan saat masih berada di bangku sekolah dasar dan kemudian menjualnya kepada teman-temannya. “Saya nanya sama si penjualan ikannya cara beranakin ikan. Saya iseng ternakin ikan mas, waktu SD. Saya juga menternakkan ikan cupang, kan banyak anak-anak suka. Jadi pas kelas 4 SD itu bisa jualan ikan cupang Rp 50 satu ikan, saya bikin kolam sendiri,” kata Booby saat ditemui di kediamannya di kawasan Kebayoran Baru Jakarta Selatan, Minggu (6/11/2022).
Pria kelahiran Jakarta 23 Juni 1968 silam, yang juga merupakan anak seorang pegawai negeri sipil (PNS) di Kementerian Perindustrian (Kemenperin) itu mengatakan, jiwa bisnisnya terus terasah dan mulai mencari peluang lain yang lebih menghasilkan. Memasuki SMA, Bobby Gafur mulai mencoba sesekali mengendarai mobil. Layaknya pemuda di era saat itu, ia juga memiliki hobi untuk memodifikasi mobilnya. Hanya saja, lagi-lagi terbatas oleh dana yang ia miliki. Tak patah arang, dia mulai mencari cara agar hobinya bisa tersalurkan. Ia mulai menjual koran-koran bekas yang dibawa oleh sang ayah kala itu. Dia bilang, koran Strait Times Singapura memiliki jumlah halaman yang tebal, dan harganya kala itu Rp 200 per kg. “Bapak saya itu kepala Biro Humas Kemenperin saat itu, dia suka bawa koran Strait Times Singapore ke rumah, dan saat itu saya juga mau beli velg racing bekas, harganya Rp 200.000. Jadi, kalau Rp 200 per kg harga koran bekas, artinya harus 1.000 kg koran bekas yang saya jual,” ungkap dia. Demi impiannya, Bobby rela mengunjungki kantor sang ayah untuk mengambil koran bekas. Pelan tapi pasti, uang yang ia butuhkan terkumpul, ditambah dengan pemberian hadiah ulang tahun dan sebagainya untuk membeli velg racing seharga Rp 200.000.
Bobby bercerita, untuk bisa survive pada kekinian di masa itu, ia juga memiliki ketertarikan dengan amplifier sound system. Namun, dia memiliki selera yang cukup tinggi, dia memilih produk-produk Amerika seperti Carter, McIntosh, dan Levinson. Untuk mendapatkan itu, ia dan teman-temannya sempat menjadi Disc Jokey untuk acara-acara anak muda kala itu, dengan bayaran Rp 50.000. Sangkin tertariknya dengan dunia sound system, Bobby bahkan memilih jurusan kuliah teknik elektro. Namun beberapa kali mencoba tes, ia tidak diterima oleh Institut Teknologi Bandung (ITB), dan akhirnya ia berkuliah di Trisakti jurusan Teknik Elektro, dan saat kelulusan kuliah, saya membuat alat surround sound. “Tapi saya saya jadi ketua PII (Persatuan Insinyur Indonesia), dan saat para rektor ITB masuk dalam tim pengurus dari PII,” ujarnya bangga. Pria yang juga mahir dalam bermain gitar ini, menyelesaikan gelar sarjana di tahun 1992, dan melanjutkan Master of Business Administration (MBA) di University of Arkansas, Little Rock, Arkansas, USA hingga tahun 1995. Ia sempat bekerja di perusahaan asing selama beberapa tahun, sebelum akhirnya diminta oleh seorang Bos Group Bakrie, Aburizal Bakrie untuk bekerja di perusahaannya. Tahun 1997, Bobby bergabung di perusahaan Group Bakrie, menempati posisi CEO PT Bakrie Sumatera Plantations Tbk di Jambi. Bobby dipercaya menajadi Direktur Utama PT Bakrie & Brothers Tbk pada tahun 2002 di usia 34 tahun.
Saat krisis moneter di tahun 1998, PT Bakrie & Brothers Tbk terdampak oleh krisis monter. Bobby mengatakan, saat itu saham perusahaan mengalami capital outflow. Booby mengatakan, kala itu PT Bakrie & Brothers Tbk memasuki masa keemasan dari periode 2003-2008. Harga saham PT Bakrie & Brothers Tbk melonjak dari Rp 15 per lembar saham menjadi Rp 780 per saham, dimana asing memiliki komposisi 57 persen. “Saat PT Bakrie & Brothers Tbk drop, itu bukan kesalahan perusahaan, itu terjadi dimana sektor properti AS bangkrut, lehman brothers bangkrut 625 miliar dollar AS, yang terjadi capital outflow di Indonesia, dimana asing exit dari perusahaan yang paling banyak untung yaitu Group Bakrie,” jelasnya. Di tahun 2018, Bobby berkomitmen untuk kaluar dari perusahaan yang membesarkannya, dan memulai usahanya sendiri. Posisi Bobby digantikan oleh anak pertama Aburizal Bakrie, Anindya Novyan Bakrie. Bobby kala itu menjabat menjadi Komisaris selama tiga tahun. Di tahun 2002, pria yang juga gemar mengoleksi sepeda seharga ratusan juga ini resmi keluar dari Group Bakrie, dan memulai usahanya sendiri. Ia ikut tender bersama untuk pengelolaan sampah menjadi listrik dengan kapasitas olah 2.000 ton sampah per hari dengan energi ramah lingkungan. Bobby berpatner dalam hal teknologi dengan perusahaan Jerman dengnan untuk financing dari Eropa. “Saya mulai bisnis sendiri, saya melihat digital dan renewable energi akan memiliki value tinggi dan masa depan panjang. Finally, bisnis baru di kelompok usaha yang berbasis lingkungan hidup dengan dukungan teknologi. Berjalan dengan waktu, bisnis itu juga berkecimpung di biochemical, biomass, smart city untuk pengolahan sampah. Itu smua butuh modal dan saya cari di capital market melaui perusahaan public, jadi saya melakukan backdor listing,” ujar Bobby Gafur.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul “Kisah Sukses Bobby Gafur, dari Jualan Koran Bekas hingga Jadi Bos OASA”, Klik untuk baca: https://money.kompas.com/read/2022/11/07/154000826/kisah-sukses-bobby-gafur-dari-jualan-koran-bekas-hingga-jadi-bos-oasa?page=all#page2.
Penulis : Kiki Safitri
Editor : Akhdi Martin Pratama