Kalangan pebisnis energi terbarukan berbasis biomassa mengingatkan pentingnya menjaga keberlangsungan pasokan bahan baku. Keberlanjutan pasokan bahan baku biomassa, menjadi tantangan paling besar dalam pengembangan usaha biomassa.
Re-planting atau penanaman kembali tanaman-tanaman biomassa menjadi bagian strategis yang sungguh tak boleh dilupakan. Apalagi, kebutuhan biomassa sebagai sumber energi bersih dipastikan samakin besar.
Selain itu, pemerintah juga diminta untuk segera merumuskan dan menerbitkan regulasi pemanfaatan biomassa sebagai salah satu sumber energi. Secara khusus, regulasi itu diharapkan bisa menjadi instrumen yang mampu menjawab tantangan pengembangan biomassa di dalam negeri.
“Indonesia ini kaya-raya dengan aneka tanaman biomassa. Tapi, jangan lupa juga, kita harus menjaga suplai biomassa agar senantiasa sustain. Apalagi, kebutuhannya semakin besar,” kata Ketua 1 METI (Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia) Bobby Gafur Umar dalam keterangannya, Selasa (28/11/2023).
Menurut pria yang juga sebagai Direktur Utama PT Maharaksa Biru Energi Tbk itu hingga kini pemanfaatan biomassa di Indonesia masih tergolong sangat rendah. Padahal, Indonesia terkenal kaya-raya dengan aneka macam tanaman dan tumbuhan yang sangat mudah untuk dikelola dan diolah sebagai biomassa.
Bobby yang juga mengingatkan, transisi energi menuju net zero emission terdiri dari dua aspek penting. Pertama, memanfaatkan energi terbarukan atau sumber energi lain dengan emisi minimum untuk memenuhi kebutuhan energi final di semua sektor (diversifikasi). Kedua, mengurangi emisi dari fasilitas atau plant yang sudah ada yang menghasilkan emisi tinggi selama operasi (dekarbonisasi). Menurutnya, bioenergi merupakan bentuk energi yang inklusif, dihasilkan dari biomassa yang bisa dengan mudah dikontrol, dikurangi, atau disesuaikan oleh manusia.
Seperti diketahui, sumber biomassa berasal dari limbah pertanian, perkebunan, dan kehutanan, pengembangan dan pemanfaatannya melibatkan berbagai kelompok masyarakat dengan latar belakang yang beragam. “Namun, saat ini, hanya sedikit sekali dari total kapasitas pembangkit nasional yang diwakili oleh bioenergi,” katanya.
Dia menilai hal tersebut mengindikasikan bahwa masih ada hambatan dalam pengembangan sumber energi ini, terutama dalam hal suplai biomassa jangka panjang dan faktor harga pembelian listrik IPP oleh PT PLN (Persero).
Padahal, menurut Bobby, Indonesia memiliki potensi biomassa sangat besar; dari hutan tanaman energi sekitar 991 ribu ton, serbuk gergaji 2,4 juta ton, serpihan kayu 789 ribu ton, sekam padi 10 juta ton, tandan buah kosong 47,1 juta ton, dan sampah rumah tangga 68,5 juta ton. Menurut Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), potensi biomassa di Indonesia diperkirakan mencapai sedikitnya 146 juta ton per tahun. Potensiini meliputi berbagai jenis limbah pertanian, seperti jerami padi, sekam padi, limbah kayu, dan limbah kelapa sawit.
Selain itu, Indonesia juga memiliki potensi biomassa dari limbah masyarakat dan industri. Limbah masyarakat, seperti sampah organik, dapat diubah menjadi biogas atau pupuk organik. Sedangkan limbah industri, seperti limbah kayu dari pabrik pengolahan kayu, dapat digunakan sebagai bahan bakar biomassa.
Belum lama ini, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) juga mengklaim Indonesia memiliki potensi bioenergi bersumber dari biomassa yang sangat besar, setara dengan 56,97 Gigawatt (GW) listrik.